Senin, 25 Januari 2016

tentang satu yang menggenapkan

"Oh, gini ya rasanya nikah!"
Itu respon pertama Saya setelah selesai ijab qobul dan kami (Saya dan Mamas) masuk ke ruang rias pengantin untuk kembali di make-up menjelang resepsi pernikahan kami 2 jam kemudian. Masih biasa saja, tidak ada perubahan yang terlihat. Hanya saja satu pertanyaan masih meletup-letup dalam hati Saya, "Kita sudah nikah ya, Mas?"

5 jam berlalu. Setelah melepas segala atribut baju pengantin dari sanggul sampai sepatu, Kami kembali kerumah Mamah Saya. Oh iya, sementara ini Kami tinggal di rumah Mamah di Petamburan, Tanah Abang. Karena memang selain jarak rumah Mamah ke kantor Kami lumayan dekat, Kami sekalian menabung untuk membeli rumah.

Sesampainya di rumah Mamah, mulai muncul perasaan aneh ketika Mamas masuk ke kamar Kami (Kamar yang sebelumnya hanya Saya tempati sendiri), terlebih saat pintu terkunci dan kami berdua di dalam kamar. Kami saling menatap dan kemudian tertawa terbahak-bahak. Aneh ya, merasa sudah menikah. Masih ada perasaan risih. hahahahhaha...

Saat itu, perasaan saya hanya berisikan, "Mampukah Saya dan Mamas untuk saling melengkapi, menerima segala kekurangan satu dengan yang lain, (yang tidak mau pakai handuk basah, yang tidak mau pakai sabun cair saat mandi, yang tidak mau langsung di campur saus sambal saat makan, yang setiap pulang harus ada teh anget manis, yang makan harus berdua duduk berdampingan, yang selalu menggantungkan baju padahal sudah harusnya diganti dan masuk ke mesin cuci) dan merasa memiliki satu sama lain. 

Hingga akhirnya bersama dengan Mamas adalah kebahagiaan yang tidak ingin Saya tukar, sekalipun dengan cinta pertama yang katanya tidak bisa dilupakan. Mamas mampu memenuhi semua tempat di hati Saya, tanpa menyisakan untuk orang lain.

Tentang menjadi satu yang menggenapkan,
Tentang menjadi alasan kenapa harus selalu pulang lebih awal,
Tentang kenapa kami bersikeras berjuang untuk bisa bersama,
Tentang mimpi yang mulai kami rangkai satu-satu,
Tentang memahami bahwa hidup tidak lagi memikirkan diri sendiri,
Tentang dicintai dan mencintai,
Tentang Saya bahagia telah dinikahi Mamas.
Kenapa nggak dari dulu aja Saya meng-IYA-kan ajakan nikahnya Mamas kalau tau menikah itu enak.
Kalian tahu? Diakui sebagai istri yang melengkapi hidupnya itu menyenangkan. Rasanya jauuuuh di atas perasaan senangmu ketika pacarmu mengenalkan kamu ke sahabatnya atau keluarganya. Iya, semenyenangkan itu.


10 Januari 2016