Selasa, 07 Oktober 2014

tongkat

sejuah kamu berjalan, sampai di mana kamu saat ini, dengan satu kakimu, apa aku masih kurang berharga? aku hanya sekedar tongkat besi yang kamu himpit di ketiak kirimu, sekedar alat bantu, memudahkan kamu terlihat normal. walaupun kamu tak akan pernah normal.

setiap kali kamu menggerutu soal kepincangan yang kamu buat sendiri, kecelakaan yang kamu ciptakan sendiri, hingga kaki sebelah kirimu harus diamputasi, aku hanya bisa tersenyum, dan melapangkan dada menerima segala kebencianmu terhadap tongkat yang selama ini membantumu untuk berjalan normal. pernahkah sedikit kamu bertanya kepadaku, lelah kah aku untuk menopang kepincangan hidupmu? segala hal yang harus aku tata ulang, tidak cuma membuatmu berjalan normal, tapi sebenar-benarnya hidup normal.

sering kali kamu berbicara, harusnya tidak seperti ini, harusnya tidak seperti itu, mungkin tidak akan terjadi seperti ini. tau kah kamu? setiap kali kamu menyesali apa yang telah terjadi, yang membuatmu pincang dan tidak sempurna menjadi manusia, ada hatiku yang teriris perih. tapi tenang saja, aku selalu mengkesampingkan rasa sakitku, aku pasang topeng paling bahagia yang aku punya, mengarang cerita bahagia agar kamu bisa tertawa terbahak-bahak dan melupakan kaki kirimu.

untuk beberapa waktu, aku sukses untuk itu, selebihnya? aku cuma sebatang besi berwujud tongkat, yang tak akan pernah mampu menggantikan kaki kirimu, yang menjadikanmu sempurna, yang menjadikanmu utuh seada-adanya. sebatang tongkat yang selalu ada, yang siap menopangmu, membawamu ketempat yang baru, menjadikanmu seakan-akan normal.

jika aku diperbolehkan meminta sesuatu kepadamu, bolehkan kamu menganggapku penting? pikirkan saja bila aku tak ada, mungkin kah kamu masih bisa berjalan sejauh ini?




Tidak ada komentar:

Posting Komentar