Selasa, 14 April 2015

kamu (akan) sebut aku pengecut.

Aku masih saja dilingkari tentang bagaimana dan apa yang akan terjadi kelak. Selalu begitu dan sepertinya akan terus seperti itu. Aku terlalu khawatir, mungkin hidupku 70% lahir dari sebuah kekhawatiran. Aku takut jika nanti tidak seperti apa yang aku bayangkan. Apa yang aku tumbuhkan di kamu yang sering aku sebut sebagai harapan.

Aku sayang kamu, tapi aku lebih khawatir bahwa kamu hanya objek tempatku berlari. Sarana aku melemparkan segala impian. Lalu pundakmu akan penuh bongkahan ingin yang aku paku sendiri. Sederhananya, aku hanya ingin hidup seadanya. Rumitnya, aku ingin hidup sesuai dengan apa yang aku mau. Lalu bagaimana kamu? bagaimana dengan inginmu?

Tapi percayakah kamu?
Kita lahir dari terpaan luka yang kita rangkai sendiri. Aku cuma takut menganggap kamu teman bangkitku. Kemudian sembuh dengan obatnya sendiri. Dan kita anggap ini nyaman yang sebenarnya ruang hampa yang keropos dimakan waktu. Kita lembaran kenangan. Poros yang berlainan arah.

Kalau nanti aku bilang "lebih baik kita berpisah", kamu harus tau, aku yang paling terluka disini. Bukan, aku ngga butuh kasih belas kasih atau simpati, apalagi rasa empati. Aku ingin kamu tau, karena aku sayang kamu. Maka aku melepasmu.

Aku kehilangan semangat untuk terus berjalan beriringan. mungkin aku sadar, sudah banyak bongkahan ingin yang menepel di punggungmu. Lalu kamu semakin terlihat merunduk dan membungkuk. Lelah ya?
Hati-hati diperjalanan, aku tidak akan menganggumu lagi. bahkan dengan harapan-harapan kerdil itu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar